KRONOLOGI RINGKAS KEBIJAKAN LAUT DI INDONESIA


   KRONOLOGI RINGKAS KEBIJAKAN LAUT DI INDONESIA

 Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden nomor 4 yang bertujuan meningkatkan ekspor nonmigas menekan biaya pelayaran dan pelabuhan. Pelabuhan yang melayani perdagangan luar negeri ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari hanya 4 menjadi 127. Untuk pertamakalinya pengusaha pelayaran Indonesia harus berhadapan dengan pesaing seperti feeder operator yang mampu menyewakan biaya lebih rendah. Liberasi berlanjut pada tahun 1988 ketika pemerintah melongarkan proteksi pasar domestic. Sejak itu, pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal berbendera Indonesia. Jenis ijin pelayaran dipangkas, dari lima hanya menjadi dua. Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar dalam rute pelayaran dan penggunaan kapal (bahka penggunaan kapal berbendera asing untuk pelayaran domestic). Secara de facto , prinsip cabotage tidak lagi diberlakukan.

Pada tahun ini pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Undang-undang pelayaran nomor 21 tahun 1992, semakin memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan UU 21/92 perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran domestic. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 1999, pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang terlalu longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
1.      Perusahanaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 175 GT.
2.      Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestic hanya dalam jangka waktu terbatas (3 bulan).
3.      Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT.
4.      Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat deregulasi 1988 yang 2,500). Pengusaha agen kapal asing memprotes keras, sehingga pemberlakuan ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.
5.      Jaringan pelayaran domestic dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main route), pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran dibagi menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan kontener).

Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor terhadap kondisi dan masalah yang dihadapi sector transportasi Laut Indonesia, dari waktu ke waktu.

Comments

Popular posts from this blog

Penyamun perampok dan perompak

pengertian qadzaf,syarat had kadzaf,hukuman kadzaf,gugurnya hukuman kadzaf,hikmah dilarang qadzaf.

makalah Potensi dan persebaran sumber daya untuk penyediaan energi baru dan terbarukan,Potensi dan persebaran sumber daya untuk penyediaan energi baru dan terbaruk dan,PENGELOLAAN DAN PENYEDIAAN SUMBERDAYA DI INDONESIA